” Untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda.”
Berabad-abad lamanya pendidikan lebih menekankan segi-segi hafalan. Dalam hal ini otak sangat dibebani, sementara daya pikirani lainnya belum berkembang sebagaimana mestinya. Para siswa telah menghabiskan waktu mereka untuk memenuhi pikiran dengan pengetahuan, dan sangat sedikit yang dapat dimanfaatkan. Pikiran yang dibebani sedemikian rupa dengan pengetahuan yang tidak dapat dicerna dan dipahami menjadi lemah; menjadi tidak mampu, berusaha yakin kepada diri sendiri, dan cencerung bergantung pada pertimbangan dan pendapat orang lain. Pd 176.1
Dengan menyadari metode yang tidak baik ini, ada pula sebagian orang yang bertindak berlebih-lebihan. Menurut pandangan mereka, manusia hanya perlu mengembangkan apa yang terdapat dalam dirinya. Pendidikan yang demikian membawa pelajar kepada kecukupan untuk diri sendiri, dengan demikian menghambat dia dari sumber pengetahuan dan kuasa sejati. Pd 176.2
Pendidikan yang menekankan pada hafalan, cenderung meremehkan pikiran yang merdeka, kurang menghargai akhlak. Apabila para pelajar mengorbankan kuasa pikiran dan pertimbangan untuk diri sendiri, maka ia menjadi tidak sanggup membedakan antara yang benar dan salah, dan mudah terperangkap masuk ke dalam penipuan. Ia mudah saja mengikuti tradisi dan adat kebiasaan. Pd 176.3
Suatu kenyataan yang tidak dihiraukan sama sekali, walaupun tidak pernah tanpa bahaya, bahwa yang salah jarang tampak seperti wujud yang sebenarnya. Yang salah berbaur dengan kebenaran, dan memperoleh pengakuan. Memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat mengakibatkan kehancuran leluhur kita yang pertama, dan pengakuan perbauran yang baik dan jahat adalah merupakan kehancuran pria dan wanita zaman ini. Pikiran yang bergantung atas pertimbangan orang-orang lain, cepat atau lambat akan menyesatkan. Pd 177.1
Kuasa membedakan di antara yang benar dan salah dapat kita lakukan hanya melalui ketergantungan pribadi pada Allah. Masing-masing harus belajar dari Dia melalui firmanNya. Tenaga akal kita telah dikaruniakan untuk dimanfaatkan, dan Allah rindu kita memanfaatkannya. “Marilah, baiklah kita berperkara” (Yesaya 1:18). Ia mengajak kita. Kalau kita percaya kepadaNya, kita akan memiliki hikmat untuk “menolak yang yang jahat, dan memilih yang baik,” Yesaya 7:15; Yakobus 1:5. Pd 177.2
Dalam semua pendidikan, unsur pribadi sangat penting. Kristus waktu mengajar, berhubungan dengan manusia secara pribadi. Ia mendidik dua belas muridNya dengan pergaulan dan kontak pribadi. Seringkali Ia menyampaikan ajaranNya yang sangat berharga itu kepada pendengarNya secara pribadi. Ia membukakan harta kekayaanNya yang limpah kepada guru agama terhormat pada waktu pertemuan di atas bukit Zaitun, kepada wanita yang dipandang hina di sumur Syikar; karena dengan cara ini Ia mengenal hati yang mudah diberi kesan, pikiran yang terbuka, roh yang suka menerima. Kristus tidak membeda-bedakan manusia, walaupun sementara orang banyak berkerumun dan berdesak-desak mengikuti Dia. Ia langsung berbicara kepada setiap orang dan menghimbau setiap hati. Ia mengamati wajah para pendengarNya, menerangi wajah orang yang lekas memberi sambutan sepintas lalu akan kebenaran yang telah menjangkau jiwa; dan yang di dalam hatiNya berkumandang nada suara sukacita yang penuh simpati. Pd 177.3
Kristus mengenal kemungkinan-kemungkinan dalam hati setiap orang. Ia tidak tersingkir oleh keadaan lahiriah yang kurang memberi banyak harapan atau oleh keadaan sekeliling yang tidak menyenangkan. Ia memanggil Matius dari ruang pajak, dan Petrus serta saudaranya dari kapal nelayan, untuk belajar mengenai Dia. Pd 177.4
Minat pribadi yang sama, perhatian yang sama terhadap perkembangan Pribadi, diperlukan dalam tugas pendidikan zaman ini. Banyak orang muda yang tampak jelas kurang menguntungkan dikaruniai dengan talenta yang tidak dimanfaatkan. Kecakapan-kecakapan mereka tersembunyi sebab para guru mereka kurang mengenal mereka. Dalam banyak hal, anak-anak, pria dan wanita tampak secara lahiriah kurang menarik seperti batu kasar, boleh jadi didapati padanya barang berharga yang tahan menghadapi ujian yang panas, angin topan dan kesukaran. Guru sejati, yang menyimpan dalam hati bakal jadi apa muridnya kelak, akan menyadari nilai materi untuk apa dia bekerja. Ia akan menaruh minat secara pribadi pada setiap murid dan akan berusaha memperkembang segala kesanggupannya. Betapapun kekurangannya, namun setiap usaha harus didorong untuk penyesuaian prinsip-prinsip yang benar. Pd 177.5
Setiap orang muda harus diajar melakukan kewajiban dan daya yang ada padanya. Di atasnyalah tergantung keberhasilan yang melebihi keberhasilan orang yang berbakat atau kecakapan yang luar biasa. Tanpa usaha, orang yang sangat cakap pun tidak banyak membawa hasil, sementara orang yang sangat sederhana sekalipun kesanggupannya, apabila dituntun dengan baik akan menghasilkan hal-hal yang mengagumkan. Dan prestasi yang diperoleh orang yang memiliki kecakapan yang luar biasa, hampir selamanya dipersatukan dengan usaha yang terpadu, dan tidak kenal lelah. Pd 178.1
Orang-orang muda harus diajar membuat tujuan pada setiap perkembangan kesanggupan mereka, apakah yang lebih lemah atau yang lebih kuat. Banyak orang yang menghadapi rintangan mempelajari pelajaran tertentu yang mereka sukai. Kesalahan ini harus disingkirkan. Kecakapan yang alami menunjukkan arah pekerjaan seumur hidup, dan apabila hal itu sudah mendapat pengesahan, harus dikembangkan dengan baik. Sejalan dengan itu harus diingat bahwa tabiat yang seimbang dan baik, serta pekerjaan yang berguna dalam satu lapangan, sebagian besar tergantung atas perkembangan yang selaras sebagai hasil pendidikan yang seksama, serba bisa. Pd 178.2
Guru harus senantiasa membuat tujuan sederhana dan efektif. Ia harus banyak mengajar dengan ilustrasi, dan ia harus berhati-hati memberi keterangan yang jelas dan terang kepada murid-murid yang lebih tua. Banyak murid yang berhasil maju selama bertahun-tahun akan tetapi anak-anak perlu mendapat pengertian. Pd 178.3
Salah satu unsur penting dalam tugas pendidikan ialah semangat. Dalam hal ini terdapat sebuah saran yang sangat berguna sebagaimana pada suatu kali diungkapkan oleh seorang pemain sandiwara kenamaan. Uskup agung dari Canterbury suatu kali mengajukan pertanyaan kepada pemain sandiwara itu, mengapa para pemain panggung sangat mem-pengaruhi para penonton hanya dengan cara berbicara mengenai hal-hal yang bersifat khayal saja, sedang para pendeta kurang mempengaruhi para pendengarnya meskipun ia berbicara mengenai hal-hal yang benar dan sungguh-sungguh. “Dengan segala hormat,” jawab pemain sandiwara itu, “izinkan saya mengatakan bahwa alasannya mudah saja. Hal itu terletak pada kesungguh-sungguhan. Kami di atas panggung berbicara mengenai khayal seolah-olah hal itu sungguh-sungguh benar, sedang Anda di atas mimbar gereja membicarakan hal yang benar seolah-olah membicarakan hal-hal yang bersifat khayal.” Pd 178.4
Guru dalam tugasnya berhubungan dengan hal-hal yang besar, sungguhsungguh, sehingga ia harus berbicara kepada mereka dengan tenaga dan kesungguh-sungguhan agar pengetahuan mengenai kenyataan dan yang penting itu dapat mendatangkan ilham. Pd 179.1
Setiap guru harus melihat bahwa tugasnya cenderung mendapatkan hasil yang pasti. Sebelum ia berusaha mengajarkan satu mata pelajaran, ia harus membuat rencana dalam pikirannya dan harus tahu apa yang dikehendaki akan dilakukannya. Sekali-kali janganlah ia merasa puas hanya menyampaikan satu mata pelajaran sebelum siswa mengerti prinsip, dan memahami kebenarannya, dan sanggup menyatakan jelas apa yang telah dipelajarinya. Pd 179.2
Selama maksud pendidikan yang penting ini diingat, maka orang-orang muda harus didorong maju sejauh kesanggupan mereka mengizinkan. Akan tetapi sebelum meningkat ke pelajaran yang lebih tinggi, biarlah mereka menguasai lebih dahulu pelajaran yang lebih rendah. Seringkah hal ini dilalaikan. Terdapat kerugian pengetahuan mengenai cabang-cabang pendidikan yang umum, walaupun di kalangan siswa dalam sekolah yang lebih tinggi dan juga di perguruan tinggi. Banyak siswa menghabiskan waktu mempelajari ilmu matematika yang lebih tinggi, padahal mereka belum sanggup memahami hitungan sederhana. Banyak siswa belajar gaya mengucapkan kata-kata supaya menjadi seorang ahli berpidato padahal mereka belum sanggup membaca dengan cara yang jelas dan mengesankan. Banyak orang telah menyelesaikan pelajaran mengenai ilmu berpidato gagal dalam ilmu mengarang dan mengeja satu surat yang biasa. Pd 179.3
Pengetahuan penting mengenai hakekat pendidikan janganlah sekalikali hanya mengenai peningkatan menuju pelajaran yang lebih tinggi, melainkan demi kesinambungan dan kelanjutan yang terus-menerus. Pd 179.4
Dan dalam setiap cabang pendidikan terdapat tujuan yang harus dicapai lebih penting daripada pengetahuan teknis melulu. Sebagai contoh, kita ambil mengenai bahasa. Yang lebih penting darihal mengetahui bahasabahasa asing, secara aktif atau pasif, ialah kesanggupan menulis atau mengucapkan salah satu bahasa itu dengan cermat dan mudah; dan tidak ada latihan yang diperoleh melalui pengetahuan tata bahasa dapat dibandingkan dengan pentingnya mempelajari bahasa dari sudut pandang yang lebih tinggi. Dalam pelajaran inilah sebagian besar terletak kebahagiaan atau kesengsaraan hidup. Pd 179.5
Yang sangat dibutuhkan dalam hal bahasa ialah kemurnian, ramah tamah dan benar-yakni “ungkapan yang keluar dari dalam hati yang mengandung kasih karunia.” Allah berkata: “Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Filipi 4:8. Dan jika demikian adalah hasil pikiran, hal itu akan menjadi ungkapan hati. Pd 180.1
Sekolah yang terbaik mempelajari bahasa ini adalah rumah tangga; akan tetapi karena tugas rumah tangga sudah dilalaikan, maka tugas itu diserahkan kepada guru untuk membantu murid-muridnya membentuk kebiasaan-kebiasaan berbicara yang baik. Pd 180.2
Guru dapat berbuat lebih banyak hal yang mengecewakan, kebiasaankebiasaan yang buruk, kutuk terhadap masyarakat, terhadap tetangga, dan rumah tangga-kebiasaan memfitnah, bergunjing, mengeritik secara pedas. Dalam hal ini tidak diberi maaf. Berilah kesan kepada para siswa mengenai kenyataan bahwa kebiasaan seperti ini menyatakan kurang budi pekerti dan kebaikan hati yang sejati; hal itu tidak memantaskan seseorang baik terhadap masyarakat yang berbudi luhur dan jujur di dunia ini dan untuk pergaulan dengan orang-orang kudus kelak di sorga. Pd 180.3
Kita merasa ngeri mendengar orang biadab yang berpesta pora di atas daging mangsanya yang masih hangat dan menggigil; akan tetapi apakah akibat kebiasaan ini mengerikan lebih daripada sengsara dan kehancuran yang disebabkan oleh motif yang salah memberi gambaran, menghitamkan nama baik, merusak tabiat? Biarlah anak-anak dan orang-orang muda mempelajari apa kata Allah mengenai hal ini: Pd 180.4
“Hidup dan mati dikuasai lidah.” Amsal 18:21. Pd 180.5
Dalam Kitab Suci, para pemfitnah digolongkan sebagai “pembenci Allah,” “pengumpat,” yang “penuh dengan kelaliman, kejahatan, keserakahan, dan kebusukan,” dan “penuh dengan dengki, pembunuhan dan perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.” “Tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian patut dihukum mati.” Roma 1:30, 31, 29, 32. Orang yang dipandang Allah se-bagai warga negara Sion ialah yang “menyatakan kebenaran dengan segenap hatinya,” “yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya,” “yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya.” Mazmur 15:2, 3. Pd 180.6
Firman Allah mencela juga ungkapan-ungkapan yang tidak berarti dan kata-kata yang sia-sia dan kotor. Firman itu mencela pujian yang pura-pura, dalih-dalih kebenaran, kata-kata yang membesar-besarkan, salah dalam dunia dagang, yang sedang terdapat dalam masyarakat dan dalam dunia dagang. “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat. ” Mat 5:37. Pd 180.7
“Seperti orang gila menembakkan panah api, panah dan maut, demikianlah orang yang memperdayakan sesamanya dan berkata: Aku hanya bersenda gurau?” Amsal 26:18, 19. Pd 181.1
Menyatakan pergunjingan merupakan sindiran yang diam-diam, sindiran keras yang memalukan, dengan mana hati busuk yang terpendam dalam pikirannya tidak berani diungkapkannya secara terbuka. Setiap pendekatan pada kebiasaan ini harus mengajar orang muda bagaimana menjauhkan diri dari padanya, sebagaimana menjauhkan diri dari penyakit kusta. Pd 181.2
Dalam kesempatan menggunakan bahasa barangkali tidak ada kesalahan yang diucapkan oleh orang tua dan orang muda secara ringan di antara mereka sendiri daripada perkataan yang diucapkan dengan tergopoh-gopoh, tidak sabar. Mereka menyangka cukuplah menyatakan maaf, “Saya tidak sengaja, dan saya tidak mengetahui apa yang saya katakan.” Akan tetapi firman Allah tidak menganggap hal itu suatu hal yang ringan. Kitab Suci mengungkapkan : Pd 181.3
“Kau lihat orang yang cepat dengan kata-katanya; harapan-harapan lebih banyak bagi orang bebal daripada bagi orang itu.” Amsal 29:20. Pd 181.4
“Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.” Amsal 29:28. Pd 181.5
Pada satu saat, mungkin juga melakukan kejahatan dengan perkataan yang tergopoh-gopoh, bernafsu, lalai yang selama hidup tidak dapat diampuni. Aduh, hati yang hancur, hubungan teman menjadi renggang, hidup berantakan, oleh kata-kata kasar, tergopoh-gopoh, dari orang-orang yang sebenarnya mungkin dapat menolong atau menyembuhkan! Pd 181.6
“Ada orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan.” Amsal 12:18. Pd 181.7
Salah satu ciri yang terutama harus dipupuk dan dikembangkan dalam diri setiap anak, adalah melupakan diri sendiri yang meresap masuk ke dalam hidup bagaikan satu karunia yang tidak disadari. Hal ini merupakan yang sangat indah dari keunggulan tabiat dan untuk pekerjaan selama hidup hal ini merupakan satu sifat yang sangat penting. Pd 181.8
Anak-anak memerlukan penghargaan, simpati dan dorongan, akan tetapi jangan sekali-kali menanamkan dalam diri mereka sifat suka mendapat pujian. Bukanlah merupakan tindakan bijaksana memberi perhatian secara khusus kepada mereka, atau mengulang-ulangi kepandaian-kepandaian mereka di hadapan mereka sendiri. Orang tua atau guru yang mempunyai pandangan sejati mengenai tabiat dan kemungkinan-kemungkinan memperoleh prestasi, tidak boleh menanamkan dan mendorong diri anak menjadi orang yang merasa dirinya cukup. Ia jangan sekali-kali menanamkan dalam hati anak-anak muda keinginan atau kemauan memperagakan kesanggupan atau kecakapan mereka. Orang yang memandang orang lain lebih tinggi daripada dirinya sendiri akan merendahkan diri; namun ia akan memiliki satu keluhuran jiwa yang tidak akan dikacaukan atau dibingungkan oleh peragaan yang pura-pura atau kebesaran manusia. Pd 181.9
Perkembangan tabiat yang agung bukannya oleh sebab peraturan dan undang-undang yang sewenang-wenang, melainkan atas suasana yang murni, agung, dan benar. Dan di mana saja terdapat kemurnian hati dan keagungan tabiat, akan tampak tindak-tanduk dan pembicaraan yang murni dan agung. Pd 182.1
“Orang yang mencintai kesucian hati dan yang manis bicaranya menjadi sahabat raja.” Amsal 22:11. Pd 182.2
Sebagaimana dalam hal bahasa, demikianlah halnya dengan setiap mata pelajaran lainnya, hal itu akan cenderung menguatkan dan membangun tabiat. Pd 182.3
Tidak ada mata pelajaran yang tepat untuk ini yang mendatangkan faedah yang lebih tinggi selain daripada sejarah. Hendaklah hal itu diperhatikan dari sudut pandang ilahi. Pd 182.4
Terlalu sering diajarkan, sejarah kurang penting bila dibanding dengan catatan mengenai timbul dan runtuhnya raja-raja, persekongkolan istana, kemenangan dan kekalahan tentara—satu sejarah mengenai cita-cita dan ketamakan, penipuan, kekejaman, dan pertumpahan darah. Demikianlah diajarkan, dan hasilnya sia-sia belaka. Kejahatan dan kekejaman yang menjemukan hati, kengerian dan keganasan yang dilukiskan menanamkan benih-benih yang menghasilkan panen kejahatan dalam hidup banyak orang. Pd 182.5
Jauh lebih baik hal itu dipelajari dalam terang firman Allah, sebabsebab yang menguasai bangkit dan runtuhnya raja-raja. Biarlah orang-orang muda mempelajari sejarah Kitab Suci ini, dan melihat bagaimana kemakmuran bangsa-bangsa berkaitan dengan penerimaan prinsip ilahi. Biarlah dia belajar sejarah mengenai gerakan reformasi yang terkenal itu, dan melihat bagaimana sering prinsip ini, walaupun dibenci dan dipan-dang hina, para pembelanya dimasukkan ke dalam penjara di bawah tanah, sampai dihukum mati, mendatangkan kemenangan yang penuh pengorbanan ini. Pd 182.6
Pelajaran seperti itu akan memberi pandangan yang luas dan mudah dimengerti mengenai hidup; akan menolong orang-orang muda memahami hubungan dan ketergantungannya, betapa indahnya kita terikat bersa ma dalam persaudaraan masyarakat dan bangsa, dan betapa meluasnya penindasan atau kemerosotan apabila seseorang anggotanya hilang, yang berarti merugikan semua anggotanya. Pd 182.7
Dalam kesempatan mempelajari tentang angka-angka haruslah dilakukan secara praktis. Biarlah setiap anak muda dan setiap anak diajar, bukan semata-mata memecahkan masalah yang bersifat angan-angan belaka, melainkan menyimpan satu rekening mengenai uang pendapatan dan pengeluarannya sendiri. Biarlah dia mempelajari penggunaan uang yang tepat dan cara membelanjakannya. Apakah uang itu berasal dari orang tua atau hasil pendapatan sendiri, biarlah anak-anak, laki-laki dan perempuan belajar memilih dan membeli pakaian mereka sendiri, buku dan keperluan-keperluan lainnya; dan dengan menyimpan satu rekening mengenai uang yang keluar, mereka akan belajar nilai dan penggunaan uang. Latihan semacam ini akan menolong mereka mengenal penghematan sejati dari kekikiran di satu pihak, dan pemborosan di pihak lainnya. Bilamana hal itu diajarkan baik-baik akan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang suka berbuat baik. Hal itu juga akan membantu orang muda belajar untuk memberi, bukan atas dorongan hati yang tiba-tiba sebagaimana perasaan yang timbul sewaktu-waktu, melainkan secara teratur dan sistematis. Pd 183.1
Dalam hal ini, setiap mata pelajaran boleh menjadi penolong dalam pemecahan masalah yang paling berat sekalipun, mendidik pria dan wanita melaksanakan tanggung jawabnya. Pd 183.2