Loading...
Larger font
Smaller font
Copy
Print
Contents
Khotbah Di Atas Bukit - Contents
  • Results
  • Related
  • Featured
No results found for: "".
  • Weighted Relevancy
  • Content Sequence
  • Relevancy
  • Earliest First
  • Latest First
    Larger font
    Smaller font
    Copy
    Print
    Contents

    “Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya?” Matius 19:3.

    Di antara orang Yahudi seseorang diperbolehkan menceraikan istrinya karena pelanggaran-pelanggaran sepele, dan wanita itu bebas untuk menikah kembali. Kebiasaan ini membawa kepada keadaan yang buruk dan dosa. Dalam Khotbah di Atas Bukit Yesus dengan jelas menyatakan bahwa tidak boleh ada pembubaran dari ikatan pernikahan, kecuali karena tidak setia kepada sumpah pernikahan. “Barang siapa,” kata-Nya, “menceraikan istrinya, kecuali karena zina dan barang siapa yang mengawininya ketika ia diceraikan adalah berbuat zina.”KAB 73.2

    Ketika orang-orang Farisi kemudian bertanya kepada-Nya mengenai sahnya perceraian, Yesus menunjukkan kepada para pendengar-Nya kembali kepada lembaga pernikahan seperti yang diurapi pada waktu penciptaan. “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu,” kata-Nya, “tetapi sejak semula tidaklah demikian” Matius 19:8. Dia tunjukkan kepada mereka hari-hari Eden yang menyenangkan, ketika Allah mengatakan segala sesuatu “sangat baik”. Pernikahan dan Sabat pada mulanya, lembaga kembar untuk kemuliaan Allah dalam kepentingan umat manusia. Kemudian, ketika Pencipta itu mempersatukan tangan pasangan suci dalam ikatan pernikahan, seraya mengatakan, “Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24), Dia mengucapkan hukum pernikahan itu untuk seluruh anak-anak Adam sampai kepada akhir zaman. Bahwa yang telah diucapkan Bapa Kekal sendiri baik adalah hukum berkat dan perkembangan yang paling tinggi bagi manusia.KAB 74.1

    Seperti setiap karunia baik lainnya yang diberikan Allah dan dipercayakan kepada pemeliharaan umat manusia, pernikahan telah dicemari oleh dosa; tetapi adalah maksud Injil untuk memulihkan kesucian dan keindahannya. Di dalam kedua Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru hubungan pernikahan digunakan untuk menggambarkan kesatuan yang lembut dan suci yang ada di antara Kristus dan umat-Nya, orang-orang yang ditebus, yang telah dibeli dengan harga Golgota. “Janganlah takut,” kata-Nya “sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, Tuhan semesta alam nama-Nya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel.” “Kembalilah hai anak-anak yang murtad, demikian firman Tuhan, karena Aku telah menjadi tuan atas kamu!” Yesaya 54:4, 5; Yeremia 3:14. Dalam “Nyanyian dari segala Nyanyian” kita mendengar suara pengantin wanita itu mengatakan, “Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaan dia.” Dan Dia yang baginya adalah “mencolok mata di antara selaksa orang,” berbicara kepada pilihan satu-satunya, “Engkau cantik sekali, manisku, tak ada cacat cela padamu.” Kidung Agung 2:16; 5:10; 4:7.KAB 74.2

    Pada waktu-waktu berikutnya Rasul Paulus mengirim surat kepada orang-orang Kristen Efesus melaporkan bahwa Tuhan telah mengangkat suami sebagai kepala rumah tangga, menjadi pelindung istri, pengikat rumah tangga, mengikat anggota-anggota keluarga bersama-sama, sama seperti Kristus adalah kepala gereja dan Juruselamat tubuh yang ajaib. Oleh sebab itu ia mengatakan, “Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi istrinya.” Efesus 5:24-28.KAB 75.1

    Kasih karunia Kristus saja dapat membuat lembaga pernikahan ini menjadi seperti yang direncanakan Allah suatu alat untuk berkat dan mengangkat umat manusia. Dan dengan demikian keluarga-keluarga di dunia, dalam kesatuan, damai dan kasih mereka, dapat menggambarkan keluarga surga.KAB 75.2

    Kini, sebagaimana pada zaman Kristus, keadaan masyarakat memberikan suatu komentar yang menyedihkan tentang cita- cita surga dari hubungan suci ini. Namun walaupun bagi mereka yang telah merasakan kepahitan dan kekecewaan di mana mereka telah mengharapkan persahabatan dan sukacita, Injil Kristus memberikan penghiburan. Kesabaran dan kelemahlembutan yang dapat diberikan Roh-Nya akan mempermanis nasib yang pahit. Hati di mana Kristus tinggal akan sangat dipenuhi, sangat dipuaskan, dengan kasih-Nya sehingga itu tidak akan dimakan oleh kerinduan untuk menarik simpati dan perhatian kepada dirinya sendiri. Dan melalui penyerahan jiwa kepada Allah, akal budi-Nya dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh akal budi manusia. Melalui penyataan kasih karunia-Nya, hati yang pernah tidak tertarik atau renggang dapat disatukan dalam ikatan yang lebih kukuh dan lebih abadi daripada ikatanikatan dunia — ikatan-ikatan emas dari suatu kasih yang akan menahan ujian penderitaan.KAB 75.3

    Larger font
    Smaller font
    Copy
    Print
    Contents