“Tuhan sendiri menuntun dia.” “la mengajarkan dia, la memelihara dia sebagai biji mata-Nya.”
Sistem pendidikan yang didirikan di Eden berpusat pada keluarga. Adam adalah “... anak Allah” (Lukas 3:38) dan adalah dari Bapa merekalah anak-anak Yang Mahatinggi itu menerima pengajaran. Sekolah mereka, dalam arti yang sesungguhnya adalah sebuah sekolah keluarga. MPS 29.1
Dalam rencana pendidikan ilahi yang disesuaikan dengan keadaan manusia setelah kejatuhan, Kristus berdiri sebagai wakil Bapa, rantai penghubung antara Allah dan manusia; Ia adalah guru besar umat manusia. Ia menahbiskan pria dan wanita untuk menjadi wakil-wakil-Nya. Keluarga merupakan sekolah, dan orangtua menjadi gurunya. MPS 29.2
Pendidikan yang berpusat pada keluarga adalah yang dipraktikkan pada zaman bapa-bapa. Untuk sekolah-sekolah yang didirikan seperti itu, Allah memberikan suasana yang paling nyaman untuk perkembangan tabiat. Orang-orang yang berada di bawah pimpinanNya tetap mengikuti rencana kehidupan yang ditetapkannya sejak permulaan. Mereka yang memisahkan diri dari Allah, membangun kotakota untuk diri mereka sendiri dan berkerumun di dalamnya, bermegah dalam kesemarakan, kemewahan, dan kejahatan yang menjadikan kota-kota zaman sekarang kebanggaan dunia dan kutuknya. Tetapi orang-orang yang memegang teguh prinsip-prinsip kehidupan Allah tinggal di ladang-ladang dan bukit-bukit. Mereka adalah orang yang bercocok tanam dan gembala ternak, dan di dalam kehidupan yang bebas dan merdeka ini, dengan kesempatan-kesempatannya untuk bekerja dan belajar serta merenung, mereka mempelajari tentang Allah dan mengajar anak-anak mereka tentang pekerjaan dan jalan-jalanNya. MPS 30.1
Inilah metode pendidikan yang Allah ingin dirikan di Israel. Tetapi setelah mereka dilepaskan dari Mesir sedikit saja di antara anakanak Israel yang bersedia menjadi pekerja bersama dengan Dia dalam mendidik anak-anak mereka. Para orangtua sendiri memerlukan pengajaran dan disiplin. Sebagai korban-korban perbudakan selama hidup, mereka itu bodoh, tidak berpendidikan, dan terbelakang. Mereka memiliki sedikit pengetahuan tentang Allah dan sedikit iman padaNya. Mereka menjadi bingung dengan pengajaran palsu dan rusak oleh hubungan mereka yang lama dengan kekafiran. Allah rindu mengangkat mereka ke taraf moral yang lebih tinggi, dan untuk tujuan ini, la berusaha memberi mereka pengetahuan tentang diri-Nya sendiri. MPS 30.2
Ketika Ia menghadapi para pengembara itu di padang gurun, dalam seluruh perjalanan bolak-balik mereka, dalam keadaan mereka yang lapar, dahaga dan lelah, dalam bahaya ancaman musuh, yakni orang kafir, dan bukti pemeliharaan-Nya demi kelegaan mereka, Allah berusaha menguatkan iman mereka dengan menunjukkan kepada mereka kuasa yang senantiasa bekerja demi kebaikan mereka. Dan setelah mengajar mereka supaya percaya pada kasih dan kuasa-Nya, adalah maksud-Nya untuk membentangkan di hadapan mereka, standar tabiat dalam peraturan undang-undang-Nya, untuk mana melalui rahmat-Nya, Ia ingin mereka mencapainya. MPS 30.3
Pelajaran-pelajaran yang diajarkan kepada bangsa Israel selama pengembaraan mereka di Sinai sangat berharga. Ini adalah masa pendidikan khusus bagi para ahli waris Kanaan. Dan lingkungan mereka di sini cocok untuk melaksanakan maksud Allah. Di puncak Sinai, yang membayangi lembah di mana bangsa itu membentangkan kemahkemah mereka, berdiri tiang awan yang telah menjadi pemandu perjalanan mereka. Sebuah tiang api pada malam hari, memberi jaminan pada mereka perihal perlindungan ilahi dan sementara mereka tidur lelap, roti dari surga turun pelahan-lahan ke atas perkemahan itu. Di mana-mana, di pelosok-pelosok, sampai ke tempat-tempat yang tinggi, dalam keagungannya yang khidmat, menuturkan kekekalan dan kemuliaan. Manusia dibuat supaya merasakan kebodohan dan kelemahannya di hadirat-Nya yang “...menimbang gunung-gunung dengan dacing, atau bukit-bukit dengan neraca” (Yesaya 40:12). Di sini, melalui penyataan kemuliaan-Nya, Allah berusaha memberi kesan kepada bangsa Israel dengan kesucian tabiat dan tuntutan-Nya, dan kesalahan besar karena pelanggaran. MPS 31.1
Tetapi bangsa itu lamban mempelajari pelajaran itu. Sudah terbiasa sebagaimana mereka di Mesir menyaksikan perlambangan Dewa yang kelihatan, dan ini semua dari jenis yang paling keji, sulitlah bagi mereka untuk mengerti keberadaan atau tabiat Oknum yang tidak kelihatan itu. Karena kasihan atas kelemahan mereka, Allah memberi mereka lambang kehadiran-Nya. “...Mereka harus membuat tempat kudus bagi-Ku,” firman-Nya, “supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka” (Keluaran 25:8). MPS 31.2
Dalam membangun tempat kudus sebagai tempat kediaman Allah, Musa diberi petunjuk untuk membuat segala sesuatu menurut pola yang ada di surga. Allah memanggilnya ke atas gunung, dan menyatakan kepadanya tentang barang-barang surga, dan dalam persamaan barang-barang tersebut, tempat kudus itu harus dibangun dengan semua yang ada di dalamnya. MPS 31.3
Jadi kepada bangsa Israel, bangsa di mana Ia ingin membangun tempat tinggal-Nya, Ia nyatakan cita-cita tabiat-Nya yang mulia. Pola itu ditunjukkan kepada mereka di atas gunung ketika hukum diberikan dari Sinai dan ketika Allah lalu di hadapan Musa dan berkata, “... Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Keluaran 34:6). MPS 31.4
Tetapi cita-cita ini, dengan kekuatan mereka sendiri, tidak dapat mereka capai. Penyataan di Sinai itu hanya dapat memberi kesan pada mereka dengan keperluan dan ketidakberdayaan mereka. Pelajaran lain tempat kudus, melalui upacara korbannya, adalah untuk mengajarkan—pelajaran tentang pengampunan dosa, dan kuasa melalui Juruselamat karena penurutan dalam kehidupan ini. MPS 31.5
Melalui Kristus akan digenapi maksud yang olehnya tempat kudus itu merupakan lambang—bangunan mulia tersebut, dindingdindingnya dari emas yang berkilau-kilauan memantul dengan warnawarni pelangi pada tirai yang dihiasi dengan kerubiun, keharuman kemenyan yang menyala terus memenuhi segala tempat, para imam yang berjubah putih bersih, dan di dalam rahasia batu tempat maha kudus, di atas tutupan grafirat, di antara ukiran malaikat yang me-nyembah, terdapat kemuliaan Yang Mahasuci. Di dalam itu semua, Allah menginginkan umat-Nya membaca maksud-Nya untuk jiwa manusia. Itu adalah maksud sama yang lama kemudian dikemukakan oleh rasul Paulus, yang berbicara melalui Roh Kudus: MPS 32.1
“Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu” (1 Korintus 3:16, 17). MPS 32.2
Besarlah kesempatan dan kehormatan yang diberikan kepada bangsa Israel dalam mempersiapkan bait suci, dan besar pula tanggung jawabnya. Sebuah bangunan yang sangat megah, menuntut pembuatan dari bahan yang termahal dan kemahiran yang tertinggi, harus didirikan di padang gurun, oleh bangsa yang baru saja terlepas dari perbudakan. Tampaknya suatu tugas menakjubkan. Tetapi Ia memberikan rencana pembangunan itu berjanji untuk bekerja sama dengan para pembangun itu. MPS 32.3
“Berfirmanlah Tuhan kepada Musa: Lihat, telah Kutunjuk Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda, dan telah Ku-penuhi dia dengan Roh Allah, dengan keahlian dan pengertian dan pengetahuan dalam segala macam pekerjaan.... Juga Aku telah menetapkan di sampingnya Aholiab bin Ahisamakh, dari suku Dan; dalam hati setiap orang ahli telah Kuberikan keahlian. Haruslah mereka membuat segala apa yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Keluaran 31:1-6). MPS 32.4
Alangkah hebat industri pendidikan padang gurun itu, dengan adanya Kristus dan malaikat-malaikat-Nya selaku tenaga pengajarnya! MPS 32.5
Dalam persiapan tempat kudus dan dalam melengkapinya, selu- ruh bangsa itu harus bekerjasama. Ada pekerjaan otak dan tangan. Banyak macam bahan diperlukan, dan semua orang diundang untuk menyumbang menurut kerelaan hatinya. MPS 32.6
Jadi dalam bekerja dan memberi mereka diajar untuk bekerjasama dengan Allah, dan bekerjasama satu dengan yang lain. Dan mereka juga harus bekerjasama dalam persiapan pembangunan rohani—bait suci Allah dalam jiwa. MPS 33.1
Sejak awal perjalanan dari Mesir, pelajaran-pelajaran telah diberikan untuk pendidikan dan disiplin mereka. Bahkan sebelum mereka meninggalkan Mesir sebuah organisasi sementara telah didirikan, dan bangsa itu diatur menjadi kelompok-kelompok di bawah para pemimpin yang ditetapkan. Di Sinai pembenahan organisasi itu diselesaikan. Ketertiban yang begitu menyolok yang kelihatan dalam semua pekerjaan Allah nyata dalam perekonomian Ibrani. Allah adalah pusat kekuasaan dan pemerintahan. Musa, sebagai wakil-Nya, harus menjalankan hukum dalam nama-Nya. Kemudian ada tujuh puluh tua-tua, lantas para imam dan bangsawan, di bawahnya “...sebagai kepala pasukan seribu, kepala pasukan seratus, kepala pasukan lima puluh dan kepala pasukan sepuluh...” (Bilangan 11:16,17; Ulangan 1:15) dan terakhir, para penghulu yang diangkat untuk tugas-tugas khusus. Perkemahan itu diatur dengan tertib, tempat kudus, tempat kediaman Allah, di tengah-tengah dan di sekelilingnya kemah-kemah para imam dan orang Lewi. Di luar ini semua setiap suku berkemah menurut standarnya sendiri. MPS 33.2
Peraturan kebersihan yang ketat diberlakukan. Ini semua diperintahkan kepada bangsa itu, bukan hanya untuk keperluan kesehatan, tetapi juga sebagai syarat mempertahankan hadirat Oknum yang kudus itu di antara mereka. Dengan kuasa ilahi Musa memaklumkan pada mereka, “Sebab Tuhan, Aliahmu, berjalan dari tengah-tengah perkemahanmu untuk melepaskan engkau; ...sebab itu haruslah perkemahanmu itu kudus,...” (Ulangan 23:14). MPS 33.3
Pendidikan bangsa Israel mencakup seluruh kebiasaan hidup mereka. Segala sesuatu yang menyangkut kesejahteraan mereka menjadi pokok perhatian ilahi, dan berada di dalam rangkuman hukum ilahi. Bahkan dalam menyediakan makanan mereka, Allah mengusahakan kebaikan mereka yang setingi-tingginya. Manna yang Ia berikan sebagai makanan mereka di padang gurun bersifat meningkatkan kekuatan jasmani, pikiran dan moral. Walaupun begitu banyak dari antara mereka memberontak melawan pembatasan makanan mereka, dan rindu kembali ke masa, ketika mereka mengatakan, “Kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang” (Keluaran 16:3), namun hikmat pilihan Allah bagi mereka ditunjukkan dalam cara yang mereka tidak dapat sangkal. Meskipun ada kesulitan dalam kehidupan mereka di padang gurun, tak seorang pun yang lemah di dalam semua suku mereka. MPS 33.4
Sepanjang perjalanan mereka tabut yang berisi hukum Allah yang memimpin jalan. Tempat perkemahan mereka ditunjukkan dengan turunnya tiang awan. Selama awan itu bertengger di atas tempat kudus itu, mereka tetap dalam kemah. Bilamana awan itu terangkat, mereka meneruskan perjalanann. Baik berhenti maupun berangkat ditandai dengan doa yang khidmat. “Apabila tabut itu berangkat, berkatalah Musa: ‘Bangkitlah, Tuhan, supaya musuh-Mu berserak....’ Dan apabila tabut itu berhenti, berkatalah ia: ‘Kembalilah, Tuhan, kepada umat Israel yang beribu-ribu laksa ini’” (Bilangan 10:35, 36). MPS 34.1
Sementara bangsa itu berjalan melintasi padang gurun, banyak pelajaran berharga yang tertanam dalam pikiran mereka melalui nyanyian. Ketika mereka terlepas dari balatentara Firaun, seluruh bangsa Israel bergabung dalam nyanyian kemenangan. Jauh di atas padang gurun dan laut, mendengung nyanyian sukacita dan gununggunung menggemakan kembali lagu pujian itu, “...Menyanyilah bagi Tuhan, sebab Ia tinggi luhur...” (Keluaran 15:21). Dalam perjalanan itu sering nyanyian ini dinyanyikan berulang-ulang, menggembirakan hati dan menyalakan iman para pengembara itu. Hukum ketika diberikan dari Sinai, dengan janji kebaikan Allah dan catatan-catatan tentang pebuatan-perbuatan-Nya yang ajaib demi kelepasan mereka, dengan pimpinan ilahi diungkapkan dalam nyanyian, dan dilagukan dengan bunyi musik instrumetal, bangsa itu melangkah sementara suara mereka bersatu dalam lagu pujian. MPS 34.2
Dengan demikian pikiran mereka terangkat dari pecobaan dan kesulitan di jalan, roh yang tidak tenang dan bergejolak, diredakan dan ditenangkan, prinsip-prinsip kebenaran ditanamkan dalam ingatan, dan iman dikuatkan. Tindakan bersama mengajarkan ketertiban dan persatuan dan bangsa itu menjadi lebih akrab dengan Allah dan dengan satu dengan yang lain. MPS 34.3
Mengenai Allah menghadapi bangsa Israel selama empat puluh tahun dalam perjalanaan di padang gurun, Musa menyatakan, “... Tuhan, Aliahmu mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya,” “...dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak” (Ulangan 8:5, 2). MPS 34.4
“Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengahtengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya. Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anakanaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah Tuhan sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia” (Ulangan 32:10-12). MPS 35.1
“Sebab Ia ingat akan firman-Nya yang kudus, akan Abraham, hamba-Nya. Dituntun-Nya umat-Nya keluar dengan kegirangan dan orang-orang pilihan-Nya dengan sorak-sorai. Diberikan-Nya kepada mereka negeri-negeri bangsa-bangsa, sehingga mereka memiliki hasil jerih payah suku-suku bangsa, agar supaya mereka tetap mengikuti ketetapan-Nya dan memegang segala pengajaran-Nya” (Mazmur 105:4245). MPS 35.2
Allah melengkapi bangsa Israel dengan setiap fasilitas, memberi mereka setiap kesempatan yang akan menjadikan mereka suatu kehormatan bagi nama-Nya dan berkat bagi bangsa-bangsa di sekeliling. Kalau saja mereka mau berjalan di jalan penurutan, Ia berjanji menjadikan mereka “...di atas segala bangsa yang telah dijadikan-Nya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat....” “Maka segala bangsa di bumi,” kata-Nya “akan melihat bahwa nama Tuhan telah disebut atasmu dan mereka akan takut kepadamu.” Bangsa-bangsa yang akan mendengar segala kesaksian itu akan mengatakan, “...Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi” (Ulangan 26:19; 28:10; 4:6). MPS 35.3
Dalam undang-undang yang diberikan kepada bangsa Israel, petunjuk yang jelas diberikan mengenai pendidikan. Kepada Musa di Sinai, Allah, menyatakan diri-Nya sebagai “...penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Keluaran 34:6). Prinsip-prinsip ini, yang tercantum dalam hukum-Nya, harus diajarkan oleh para ayah dan ibu di Israel kepada anak-anak mereka. Dengan tuntunan ilahi Musa menyatakan kepada mereka: “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ulangan 6:6, 7). MPS 35.4
Hal-hal ini tidak boleh diajarkan sebagai teori yang kering. Mereka yang hendak menyampaikan kebenaran mereka sendiri harus mempraktikkan prinsip-prinsipnya. Hanya dengan memantulkan tabiat Allah dalam kejujuran, keagungan, dan sifat tidak mementingkan diri dalam kehidupan mereka sendiri saja mereka dapat memberi kesan kepada orang lain. MPS 36.1
Pendidikan yang benar tidak memaksakan pengajaran pada pikiran yang tidak siap dan tidak menerima. Kuasa-kuasa pikiran harus dibangkitkan, minat dibangunkan. Untuk ini, metode mengajar Allah disediakan. Ia yang menciptakan otak dan menetapkan hukum-hukumnya, menjamin perkembangannya sesuai dengan hukum-hukum tersebut. Di dalam rumah dan tempat kudus, melalui benda-benda alam dan seni, dalam pekerjaan dan perayaan, dalam bangunan suci dan batu peringatan dengan metode dan upacara dan lambang yang tak terhitung, Allah memberi bangsa Israel pelajaran-pelajaran yang melukiskan prinsip-prinsip-Nya dan melestarikan ingatan terhadap perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. Dengan demikian, bilamana pertanyaan diajukan, jawaban yang diberikan berkesan di hati dan pikiran. MPS 36.2
Dalam mengatur pendidikan umat pilihan dinyatakan bahwa kehidupan yang berpusat pada Allah adalah kehidupan yang sempurna. Setiap kemauan yang ditanamkan-Nya, Ia jamin supaya memuaskan, setiap kecakapan yang diberikan, Ia berusaha kembangkan. MPS 36.3
Khalik segenap keindahan itu Sendiri adalah pencinta barang yang indah, yakni Allah yang menaruh pada anak-anak-Nya cinta akan keindahan. Ia juga membuat persediaan untuk keperluan sosial mereka, untuk pergaulan yang ramah dan suka menolong yang begitu banyak kaitannya dengan menumbuhkan simpati dan mencerahkan serta memaniskan kehidupan. MPS 36.4
Sebagai sarana pendidikan suatu tempat penting diisi dengan perayaan-perayaan bangsa Israel. Dalam kehidupan sehari-hari keluarga merupakan sekolah dan tempat ibadah, orangtua menjadi pengajar dalam mata pelajaran sekular dan agama. Tetapi tiga kali setahun waktu ditetapkan untuk pergaulan sosial dan perbaktian. Pertemuanpertemuan ini diadakan mula-mula di Shiloh dan kemudian di Yerusalem. Hanya para ayah dan anak laki-laki diwajibkan hadir; tetapi tidak seorang pun mau melewatkan kesempatan perayaan-perayaan itu dan sedapat mungkin, seisi keluarga hadir; dan berserta mereka, sebagai orang yang ikut menikmati keramahan mereka, adalah orang asing, suku Lewi,dan orang-orang miskin. MPS 36.5
Perjalanan ke Yerusalem, dengan gaya para bapa yang sederhana, di tengah-tengah keindahan musim semi, kemegahan musim panas, atau kebesaran musim rontok, adalah suatu kesenangan. Mereka datang dengan persembahan syukur, mulai dari orang yang sudah beruban sampai kepada anak-anak, untuk bertemu dengan Allah dalam tempat kediaman-Nya yang suci. Sementara mereka berjalan, pengalaman-pengalaman masa lampau, cerita-cerita yang masih sangat disukai oleh orangtua maupun orang muda, diceritakan kembali kepada anak-anak Ibrani. Nyanyian-nyanyian yang pernah menggembirakan perjalanan di padang gurun dinyanyikan. Hukum Allah dinyanyikan dan dijalin dengan pengaruh-pengaruh alam yang menyenangkan serta pergaulan manusia yang ramah, hukum itu tertanam selamalamanya dalam ingatan banyak anak dan orang muda. MPS 37.1
Upacara-upacara yang disaksikan di Yerusalem sehubungan dengan perayaan paskah,—pertemuan malam hari, kaum pria dengan sabuk mereka yang terikat, kasut di kaki dan tongkat di tangan, makan tergesa-gesa, anak domba, roti tak beragi, dan ramuan pahit, dan dalam keheningan khidmat pengulangan kisah pemercikan darah, malaikat pembawa maut, dan barisan besar dari negeri perbudakan—semuanya bersifat mengobarkan imaginasi dan mengesankan hati. MPS 37.2
Perayaan Pondok Daun, atau perayaan penuaian, dengan persem-bahannya dari kebun dan ladang, sepekan berkemah di pondok-pondok daun, reuni sosialnya, upacara peringatan kudus dan keramahan manis bagi pekerja-pekerja Allah, yakni orang-orang Lewi di bait suci dan bagi anak-anak-Nya, orang-orang asing dan orang-orang miskin, mengangkat segenap pikiran dalam ucapan syukur kepada Dia yang telah memberkati tahun itu dengan kebaikan-Nya dan yang jalannya penuh kemakmuran. MPS 37.3
Dengan tulis ikhlas pada bangsa Israel, sebulan penuh setiap tahun digunakan untuk hal ini. Itu adalah masa bebas dari beban dan pekerjaan, dan dalam pengertian yang sebenarnya, hampir seluruhnya adalah untuk maksud-maksud pendidikan. MPS 37.4
Dalam membagi-bagikan warisan umat-Nya, adalah maksud Allah untuk mengajar mereka, dan melalui mereka mengajarkan kepa da generasi berikutnya mengenai prinsip-prinsip yang benar tentang kepemilikan negeri itu. Tanah Kanaan dibagi-bagi di antara seluruh bangsa itu, hanya suku Lewi, sebagai para pelayan bait suci, dikecualikan. Walaupun pada suatu saat orang dapat menjual harta miliknya, ia tidak dapat membarter warisan anak-anaknya. Apabila dapat melakukan hal itu, ia bebas kapan saja untuk menebusnya kembali; hutang dihapuskan setiap tahun ke tujuh dan pada tahun kelima puluh, perayaan emas, semua tanah warisan itu dikembalikan kepada pemilik aslinya. Jadi setiap keluarga terjamin harta miliknya dan suatu penga-wasan dibuat terhadap keadaan yang tidak diinginkan, baik terhadap kekayaan maupun terhadap kemiskinan. MPS 37.5
Melalui pembagian tanah di antara bangsa itu, Allah menyediakan bagi mereka, sebagaimana penghuni di Eden, pekerjaan yang paling sesuai dengan perkembangan—memelihara tanam-tanaman dan hewan. Suatu jaminan selanjutnya untuk pendidikan ialah berhenti bercocok tanam setiap tahun ke tujuh, tanah itu dibiarkan dan hasil yang keluar sendiri dibiarkan untuk orang-orang miskin. Demikianlah diberikan kesempatan untuk pelajaran lebih luas, untuk pergaulan sosial dan perbaktian, dan untuk menjalankan kedermawanan, yang begitu sering terdesak oleh beban hidup dan pekerjaan. MPS 38.1
Sekiranya prinsip-prinsip hukum Allah mengenai pembagian tanah dilaksanakan di dunia sekarang, alangkah besarnya perbedaan kondisi umat manusia! Penerapan prinsip-prinsip ini akan mencegah kejahatan-kejahatan mengerikan yang dalam segala zaman telah mengakibatkan penindasan orang kaya terhadap orang miskin dan kebencian orang miskin terhadap orang kaya. Sementara hal itu dapat menghindarkan penimbunan kekayaan besar, itu akan cenderung mencegah kebodohan dan kemunduran puluhan ribu jiwa yang pekerjaannya dibayar rendah yang diperlukan untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya ini. Itu akan menolong dalam mendatangkan pemecahan damai terhadap masalah-masalah yang kini mengancam untuk memenuhi dunia dengan anarkhi dan pertumpahan darah. MPS 38.2
Mempersembahkan kepada Allah persepuluhan dari semua penghasilan, apakah dari hasil buah-buahan atau hasil bumi, unggas dan ternak, atau pekerjaan otak atau tangan, persembahan persepuluhan kedua untuk menolong orang miskin dan sumbangan lainnya, cenderung untuk menyegarkan kepada bangsa itu kebenaran bahwa semuanya adalah milik Allah, dan kesempatan mereka untuk menjadi saluran berkat-berkat-Nya. Itu adalah suatu pelatihan yang disesuaikan untuk mematikan segala kepentingan diri yang sempit dan untuk menumbuhkan tabiat yang lapang dan agung. MPS 38.3
Pengetahuan tentang Allah, persekutuan dengan Dia dalarn pelajaran dan dalam pekerjaan, serupa dengan Dia dalam tabiat, harus menjadi sumber, sarana, dan tujuan pendidikan Israel—pendidikan yang diberikan Allah kepada para orangtua, dan oleh mereka diberikan kepada anak-anak mereka. MPS 39.1