Tiada seorang yang takut akan Allah dapat menghubungkan dirinya bebas dari bahaya kepada seorang yang tidak takut akan Dia. “Bolehkah dua orang berjalan bersama-sama, kalau tidak seorang serta dengan seorang?” Kesenangan dan kebahagiaan perhubungan perkawinan bergantung atas persatuan dari kedua belah pihak; tetapi di antara orang percaya dengan yang tidak percaya terdapatlah pertentangan yang amat besar sekali dalam perasaan, kemauan hati, dan maksud-maksud. Mereka itu melayani dua tuan, di antara siapa tidak akan ada persetujuan. Bagaimana suci dan benar azas-azas seorang sekali pun, pengaruh kawan yang tidak percaya itu akan mempunyai kemungkinan memimpin dia jauh dari Tuhan. AML 435.1
Barang siapa yang masuk dalam tali perkawinan sementara masih belum bertobat, ditempatkan oleh pertobatannya itu di bawah tanggungan yang lebih berat supaya setia kepada teman hidupnya, bagaimana luas pun perbedaan mereka dalam hal keagamaan; tetapi meskipun demikian, tuntutan-tuntutan Allah haruslah ditempatkan di atas segala perhubungan duniawi, meskipun pencobaan dan aniaya yang menjadi akibatnya. Dengan roh cinta dan kelemah-lembutan, ketulusan ini boleh jadi mempunyai pengaruh untuk menawan yang tidak percaya itu. Tetapi perkawinan seorang Kristen dengan seorang yang tidak beragama dilarang keras dalam Kitab Suci. Petunjuk Tuhan yaitu: “Jangan kamu terkena kuk bersama orang yang tiada beriman.” AML 435.2
Ishak dimuliakan dan dihormati Allah, dalam hal ia dijadikan waris dari segala perjanjian oleh mana dunia ini akan diberkati; tetapi apabila dia sudah berusia empat puluh tahun dia menurut pertimbangan bapanya dalam mengangkat hambanya yang berpengalaman dan takut akan Tuhan untuk memilih seorang isteri bagi dia. Maka hasil perkawinan tersebut, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci, adalah satu gambaran yang halus dan indah dari kesukaan rumah tangga: “Maka dibawalah oleh ishak akan Ribkah ke dalam kemah Sarah, bundanya, lalu diambilnya Ribkah akan isterinya, dan dikasihinyalah akan dia. Maka demikianlah Ishak pun terhibur kemudian daripada kematian bundanya.” AML 435.3
Alangkah bedanya tindakan Ishak tersebut dengan tindakan yang diambil oleh banyak pemuda zaman kita ini, meski pun di antara orang-orang yang mengaku dirinya Kristen! Orang-orang muda terlalu sering menganggap bahwa pencurahan kasih sayangnya adalah satu hal di mana dirinya sendiri yang harus ditanyakan—satu hal yang baik Tuhan Allah mau pun orang tuanya tidak boleh mengatur dalam cara yang bagaimanapun. Lama sebelum mereka itu mendapat umur dewasa, mereka sudah menyangka dirinya pintar untuk mengadakan pilihannya sendiri, dengan tidak ada bantuan dari orang tuanya. Beberapa tahun setelah kawin umumnya sudah cukup menunjukkan kesalahannya itu kepadanya, tetapi terlalu sering sudah terlambat untuk menghindarkan akibatnya yang mendatangkan bencana itu. Karena kekurangan akal-budi dan penahanan diri yang memaksakan pemilihan yang terburu-buru itu jugalah yang dibolehkan menambahkan kejahatan itu, sampai tali perkawinan itu menjadi satu pikulan yang menyakitkan. Banyak orang dengan demikian merusakkan kesenangannya dalam dunia ini, dan pengharapannya pada dunia akhirat. AML 435.4
Kalau kiranya ada satu soal yang harus dipertimbangkan dengan seteliti-tel inya, dan di mana nasihat orang-orang yang lebih tua dan lebih berpengalaman harus dicahari, adalah yaitu dalam soal perkawinan; kalau Kitab Suci pernah diperlakukan sebagai penasihat, kalau kiranya pimpinan surga harus dicari dalam doa, hal itu sebelum mengambil langkah yang mengikat dua orang bersama-sama seumur hidupnya. AML 436.1
Ibu bapa sekali-kali tidak boleh menghilangkan pandangan dari pada kewajibannya akan kesenangan anak-anak mereka di kemudian hari. Penghormatan Ishak kepada pertimbangan bapanya adalah satu hasil dari pendidikan yang sudah mengajar dia untuk cinta akan hidup penurutan. Sementara Ibrahim menuntut supaya anak-anaknya menghormati kuasa orang tua, kehidupannya sehari-hari menyaksikan bahwa kuasa tersebut bukannya satu pemerintahan yang mementingkan diri sendiri atau pun atas kemauan diri sendiri, melainkan kuasa itu dialaskan atas cinta, dan mementingkan kemakmuran dan kesenangan mereka itu. AML 436.2
Bapa-bapa dan ibu-ibu haruslah merasa bahwa satu kewajiban ada di atas mereka itu untuk memimpin kasih sayang orang-orang muda sehingga kasih sayang itu kiranya ditempatkan atas orang-orang yang layak menjadi teman hidup. Mereka harus merasa hal itu sebagai satu kewajiban, bahwa dengan pengajaran dan teladan mereka, dengan pertolongan karunia Tuhan, membentuk tabiat anak-anaknya sedemikian rupa sejak dari pada masa kecilnya sehingga mereka itu akan menjadi suci dan mulia, dan akan tertarik kepada yang baik dan benar. Jenis menarik jenis; jenis menghargakan jenis pula. Biarlah cinta akan kebenaran dan kesucian serta kebaikan ditanamkan secepat-cepatnya dalam jiwa, maka orang-orang muda akan mencahari pergaulan orang-orang yang mempunyai segala tabiat-tabiat ini juga. . . . AML 436.3
Cinta yang benar itu adalah satu azas yang tinggi dan suci, semata-mata berbeda dalam tabiat dari cinta yang ditimbulkan oleh dorongan hati, dan yang dengan segera mati apabila diuji. Dengan kesetiaan terhadap kewajiban dalam rumah tangga kepunyaan ibu bapa bahwa orang-orang muda harus menyediakan dirinya buat rumah tangga kepunyaan mereka sendiri. Biarlah mereka itu membiasakan penahanan diri dalam rumah tangga ibu bapanya itu, dan menunjukkan kemurahan hati, sopan-santun, dan perasaan kekristenan. Dengan demikian cinta itu akan selalu terpelihara hangat dalam hati, dan barang siapa yang keluar dari satu rumah tangga yang demikian untuk berdiri sebagai kepala rumah tangga kepunyaan sendiri akan mengetahui bagaimana memajukan kesukaan isteri yang dia sudah pilih menjadi teman seumur hidupnya. Perkawinan, ganti penghabisan hikayat percintaan, kelak akan menjadi permulaannya saja. — Patriarchs and Prophets, hal. 174-176. AML 437.1