Engkau sudah menjadi durhaka, berani dan nekat. Rahmat Allah tidak ada tempat lagi dalam hatimu. Hanya dengan kuasa Allah saja engkau bisa memimpin dirimu ke tempat di mana engkau boleh menjadi penerima akan anugerahNya, dan satu perkakas kebenaran. Tuhan Allah bukan saja menuntut supaya engkau harus memerintahkan pikiranmu, tetapi segala hawa nafsu dan perasaan hatimu juga. Keselamatanmu bergantung atas penahanan dirimu dalam perkara-perkara ini. Nafsu dan kenang-kenangan hati itulah perkakas-perkakas yang akan berkuasa. Jikalau dijalankan salah, yaitu jikalau dijalankan oleh gerakan hati yang salah, jikalau dipakai pada tempat yang salah, jadi itu berkuasa menyelesaikan kebinasaan- mu, serta meninggalkan engkau sebagai satu kapal yang telah karam dan rusak, dengan tiada Allah dan pengharapan lagi. AML 69.2
Pikiran itu mesti diperintahkan dengan tentu dan tetap, jikalau kiranya kita mau menaklukkan hawa nafsu dan kenang-kenangan hati kita pada keadilan, angan-angan hati, dan tabiat kita. Engkau ada dalam bahaya, karena engkau sedang bersedia akan mengorbankan kepentingan- mu yang kekal itu di atas medzbah hawa nafsu. Hawa nafsu sedang memperoleh perintah yang nyata atas segenap tubuh dan jiwamu,—hawa nafsu yang bagaimanakah? Yaitu hawa nafsu yang rendah, dan bertabiat merusakkan. Oleh menyerahkan dirimu kepadanya engkau menjadikan pahit kehidupan orang tuamu, menyusahkan dan mempermalukan saudara- saudaramu, serta merusakkan tabiatmu, dan engkau kehilangan surga dan kehidupan mulia dan kekal. Apakah engkau sedia melakukan ini? Dengan sangat saya mohon kepadamu jangan teruskan perbuatan ini. Jangan maju satu langkah lebih jauh dalam haluanmu yang keras kepala dan buta-tuli itu; karena di hadapanmu adalah sengsara dan kematian. Jikalau engkau tidak menahankan hawa nafsu dan kenang-kenangan hatimu maka tentu engkau nanti mendapat nama jelek di antara orang sekelilingmu, dan tabiatmu akan dihinakan seumur hidupmu. AML 69.3
Engkau sudah mendurhaka kepada ibu bapamu, angkara, tidak berterima kasih, dan tidak suci. Segala keadaan yang celaka ini yaitulah buah-buah dari pohon yang rusak itu. Engkau tidak merasa malu lagi. Engkau cinta akan orang-orang muda laki-laki dan engkau suka sekali berkata-kata tentang mereka. “Mulut berkata-kata daripada kepenuhan hati.” Adat kebiasaan telah menjadi kuat dalam memerintahkan engkau; dan engkau sudah belajar menipu supaya engkau bisa mencapai tujuanmu dan menyampaikan keinginanmu.— Testimonies for the Church, Jilid 11, hal. 560-562. AML 70.1