Musa, Berkuasa Karena Iman
Musa lebih muda dari Yusuf dan Daniel, ketika ia dipindahkan dari perawatan masa anak-anak di rumah; namun demikian tangan yang membentuk kehidupan mereka telah juga membentuk kehidupannya. Selama duabelas tahun saja ia bersama orang tua bangsa Ibrani; telah selama tahun-tahun itu diletakkanlah landasan kebenarannya; landasan itu diletakkan oleh tangan yang sama sekali tidak terkenal.Pd 46.1
Yokhebed adalah seorang wanita dan seorang budak. Nasibnya dalam kehidupan ini sederhana, bebannya berat. Tetapi bukan melalui wanita lain, kecuali Maryam dari Nazaret, dunia telah menerima berkat yang lebih besar. Mengetahui bahwa anaknya harus segera dilepaskan dari pengasuhannya, kepada pengawasan orang yang tidak mengenal Allah, semakin tekun ia berusaha menjalinkan jiwanya dengan sorga. Ia berusaha menanamkan kasih dan kesetiaan Allah dalam hatinya. Dan usaha itu dilaksanakan dengan setia. Prinsip kebenaran yang menjadi beban pengajaran ibunya dan pelajaran hidupnya, tidak ada pengaruh lain yang dapat mengajak Musa untuk menyangkal diri.Pd 46.2
Dari rumah yang sederhana di Gosyen putera Yokhebed pindah ke istana Firaun, kepada puteri Mesir, disambut olehnya sebagai putera yang dikasihi dan didambakan. Dalam sekolah-sekolah Mesir, Musa menerima pendidikan tinggi baik sipil maupun militer. Pribadinya menarik, anggun dan tegap, berotak cerdas dengan pembawaan seorang pangeran, dan tersohor sebagai seorang pemimpin militer, ia menjadi kebanggaan bangsa itu. Raja Mesir juga merupakan anggota keimaman; dan Musa, walau menolak untuk mengambil bagian dalam penyembahan kafir, diberitahu mengenai segala rahasia agama Mesir. Mesir pada saat itu tetap merupakan bangsa yang paling berkuasa dan yang paling tinggi kebudayaannya. Musa, sebagai calon raja, merupakan ahli waris kepada kedudukan tertinggi yang dapat diberikan dunia ini. Tetapi pilihannya lebih agung. Demi kemuliaan Allah dan kelepasan umatNya yang tertindas. Musa, mengorbankan kemuliaan Mesir. Kemuliaan, dalam makna yang khusus, Allah mengambil alih pendidikannya.Pd 46.3
Musa belum siap untuk pekerjaan hidupnya. Ia masih harus mempelajari pelajaran bergantung kepada kuasa ilahi. Ia telah salah duga akan maksud Allah. Pengharapannya ialah melepaskan Israel dengan kekuatan senjata. Untuk hal itu ia mempertaruhkan segala sesuatu dan ia gagal. Dalam kekalahan dan kekecewaan ia menjadi seorang pelarian dalam pengasingan di negeri yang asing.Pd 46.4
Di padang-padang Midian, Musa menghabiskan waktu empat puluh tahun sebagai gembala domba. Ia tampaknya terputus sama sekali dari tugas hidupnya, ia menerima disiplin yang diperlukan untuk kegenapannya. Hikmat untuk memerintah suatu bangsa yang bodoh dan tidak disiplin harus diperoleh dengan penguasaan diri. Dalam menggembalakan domba dan anak-anak domba yang lemah ia harus mendapatkan pengalaman yang akan menjadikan dia gembala yang setia dan sabar kepada bangsa Israel. Agar ia menjadi seorang wakil Allah, ia harus belajar tentang Dia.Pd 46.5
Pengaruh-pengaruh yang telah mengelilingi dia di Mesir, cinta dari ibu angkatnya, kedudukannya sendiri sebagai cucu sang raja, kemewahan dan kejahatan yang mengintai dari sepuluh ribu bentuk, kehalusan, kecerdikan dan mistik dari agama yang palsu, telah berkesan pada otak dan tabiatnya. Dalam kesederhanaan yang keras di padang belantara semuanya itu hilang.Pd 47.1
Di tengah keanggunan dan kesunyian khidmat alam pegunungan Musa sendiri dengan Allah. Di mana-mana nama Khalik tertulis. Musa seolah berdiri di dalam hadiratNya, dan dibayangi oleh kuasaNya. Di sini perasaan diri yang mampu dilanda habis. Dalam hadirat Yang Maha Kuasa ia menyadari betapa manusia itu lemah, tidak berdaya, berpandangan sempit.Pd 47.2
Di sini Musa memperoleh sesuatu yang menyertai dia sepanjang tahuntahun pekerjaan dan beban hidupnya—suatu kesadaran mengenai kehadiran pribadi ilahi. Ia tidak hanya memandang kepada Musa berabad-abad kemudian saat Kristus menjelma menjadi manusia; tetapi ia juga melihat Kristus menyertai bangsa Israel dalam seluruh perjalanannya. Bila salah mengerti dan salah memberikan gambaran, bila dipanggil untuk menegur dan mencela, bila menghadapi bahaya dan kematian, ia dapat bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan.” Ibr 11:27.Pd 47.3
Musa tidak sekedar memikirkan mengenai Allah, ia melihat Dia. Allah merupakan khayal yang tetap di hadapannya. Ia tidak pernah kehilangan tatapan wajahNya.Pd 47.4
Bagi Musa iman bukanlah pekerjaan menebak; iman adalah suatu realitas. Ia percaya bahwa Allah memerintah hidupnya secara khusus dan dalam segala seluk-beluk ia mengakui Dia. Untuk mendapat kekuatan guna menahan setiap godaan ia percaya kepadaNya.Pd 47.5
Tugas besar yang dibebankan kepadanya, ia rindu untuk melaksanakannya dengan hasil yang sebaik-baiknya, dan ia bergantung seluruhnya kepada kuasa ilahi. Bila dia merasakan kebutuhannya untuk mendapat pertolongan, ia memohonnya, dengan iman menggenggamnya dan dengan jaminan kekuatan yang menopangnya ia terus maju.Pd 47.6
Demikianlah pengalaman yang diperoleh Musa selama empat puluh tahun pendidikan di padang belantara. Untuk memberikan pengalaman yang demikian, hikmat Yang Maha Kuasa merasa waktunya itu tidak terlalu lama, harganya pun tidak seberapa besar.Pd 47.7
Hasil pendidikan itu, pelajaran yang diajarkan di sana terjalin, bukan hanya dengan sejarah Israel, tetapi dengan semua yang sejak hari itu hingga kini menceritakan mengenai perkembangan dunia. Kesaksian tertinggi kepada kebesaran Musa, penilaian yang dibuat mengenai kehidupannya oleh Ilham, ialah, “ tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel “yang dikenal Tuhan dengan berhadapan muka.” UI 34:10.Pd 48.1